BOLEHKAH MEMINTA SYAFA'AT KEPADA NABI MUHAMMAD ﷺ ?

Bismillah.
                        =SYAFA'AT=
... Adakalanya kita dengar seseorang mengatakan, “Wahai Muhammad, berilah syafa’at kepada kami!” atau “Wahai Muhammad, syafa’atilah kami!”

Kaum muslimin sekalian, memang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lah akan diberi izin oleh Allah untuk memberikan syafa’at besok di hari kiamat. Tapi permasalahannya, bolehkan kita meminta langsung kepada beliau? Ini adalah permasalahan yang sangat penting, jika seseorang salah di dalamnya maka ia dapat jatuh ke dalam kesyirikan.

*Syafa’at Adalah Doa*

Telah sama-sama kita ketahui bahwa ibadah mutlak hanya boleh ditujukan untuk Allah, baik berupa doa, sembelihan, nadzar dan sebagainya. Barang siapa yang menujukan ibadah bukan untuk Allah, walaupun kepada Nabi atau Malaikat dan walaupun hanya satu macam ibadah saja, atau sekali saja maka itulah perbuatan syirik.

Kemudian ketahuilah, bahwa syafa’at hakikatnya adalah doa, atau memerantarai orang lain untuk mendapatkan kebaikan dan menolak keburukan. Atau dengan kata lain syafa’at adalah memintakan kepada Allah di akhirat untuk kepentingan orang lain. Dengan demikian meminta syafa’at berarti meminta doa, sehingga permasalahan syafa’at ialah sama dengan doa.

*Syafa’at Hanyalah Milik Allah*

Perhatikanlah firman Allah, “Katakanlah: Hanya kepunyaan Allah lah syafa’at itu semuannya. Milik-Nya lah kerajaan langit dan bumi. Kemudiaan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”(Az Zumar: 44)

Ketahuilah, ayat tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa syafa’at segenap seluruh macamnya itu hanya milik Allah semata. Allah kemudian memberikan kepada sebagian hamba-Nya untuk memberikan syafa’at kepada sebagian hamba yang lainnya dengan tujuan untuk memuliakan menampakkan kedudukannya pemberi syafa’at dibanding yang disyafa’ati serta memberikan keutamaan dan karunia-Nya kepada yang disyafa’ati untuk bisa mendapatkan kenikmatan yang lebih baik atau kebebasan dari adzab-Nya.

*Syarat Terjadinya Syafa’at*

Orang yang memberi syafa’at dan orang yang diberi syafa’at itupun bukan sembarang orang. Syafa’at hanya terjadi jika ada izin Allah kepada orang yang memberi syafa’at untuk memberi syafa’at dan ridha Allah kepada pemberi syafa’at dan yang disyafa’ati. Allah berfirman, “Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (Al Anbiya: 28) dan firman Allah, “Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai-(Nya).”(An Najm: 26). Dan juga firman-Nya, “Dan tiadalah berguna syafa’at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa’at itu, sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata: ‘Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?’ Mereka menjawab: ‘(Perkataan) yang benar, dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar’.” (Saba: 22-23)

*Ahli Tauhidlah Orang yang Diridhoi Allah*

Orang yang diridhoi itulah ahli tauhid. Abu Huroiroh telah bertanya kepada Nabi shollAllahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang yang paling beruntung dengan syafa’at engkau?” Beliau menjawab, “Ialah orang yang mengucapkan La Ilaha Illallah dengan ikhlas dari dalam hatinya.” (HR. Ahmad dan Bukhori). Mengucapkan di sini bukanlah maksudnya mengucapkan dengan lisan semata, tetapi juga harus diikuti dengan konsekuensi-konsekuensinya dengan memurnikan ibadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukannya.

*Orang Kafir Tidak Akan Menerima Syafa’at*

Allah tidak akan memberikan syafa’at kepada orang kafir, karena mereka itulah ahli syirik. Dan Allah tidak akan pernah ridho dengan kesyirikan dan pelaku kesyirikan. Namun dalam hal ini dikecualikan untuk Abu Tholib, dialah satu-satunya orang musyrik yang mendapatkan syafa’at keringanan adzab dengan memandang jasanya yang begitu besar dalam melindungi Rasulullah shollAllahu ‘alaihi wa sallam semasa hidupnya. Adapun orang kafir selain Abu Tholib maka tidak akan mendapatkan syafa’at sedikit pun.

*Macam-Macam Syafa’at*

Syafa’at ada bermacam macam, diantaranya ada yang khusus dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ yaitu syafa’at bagi manusia ketika di padang Mahsyar dengan memohon kepada Allah agar segera memberikan keputusan hukum bagi mereka, syafa’at bagi calon penduduk surga untuk bisa masuk surga, syafa’at bagi pamannya yaitu Abu Thalib untuk mendapat keringanan adzab.

Ada pula syafa’at yang dilakukan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam maupun para pemberi syafa’at lainnya, yaitu: Syafa’at bagi penduduk surga untuk mendapatkan tingkatan surga yang lebih tinggi dari sebelumnya, syafa’at bagi mereka yang seimbang antara amal sholihnya dengan amal buruknya untuk masuk surga, syafa’at bagi mereka yang amal buruknya lebih berat dibanding amal sholihnya untuk masuk surga, syafa’at bagi pelaku dosa besar yang telah masuk neraka untuk berpindah ke surga, syafa’at untuk masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.

*Hukum Meminta Syafa’at*

Sekarang tinggal tersisa satu permasalahan, bagaimanakah hukumnya meminta syafa’at. Telah kita ketahui bersama bahwa syafa’at adalah milik Allah, maka meminta kepada Allah hukumnya disyariatkan, yaitu meminta kepada Allah agar para pemberi syafa’at diizinkan untuk mensyafa’ati di akhirat nanti. Seperti, “Ya Allah, jadikanlah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pemberi syafa’at bagiku. Dan janganlah engkau haramkan atasku syafa’atnya”.

Adapun meminta kepada orang yang masih hidup, maka jika ia meminta agar orang tersebut berdo’a kepada Allah agar ia termasuk orang yang mendapatkan syafa’at di akhirat maka hukumnya boleh, karena meminta kepada yang mampu untuk melakukanya. Namun, jika ia meminta kepada orang tersebut syafa’at di akhirat maka hukumnya syirik, karena ia telah meminta kepada seseorang suatu hal yang tidak mampu dilakukan selain Allah. Adapun meminta kepada orang yang sudah mati maka hukumnya syirik akbar baik dia minta agar dido’akan atau meminta untuk disyafa’ati.

Demikianlah pembaca yang budiman, jangan sampai kita terjebak untuk meminta syafa’at langsung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini bukan berarti kita menginkari adanya syafa’at beliau. Tetapi syafa’at hanyalah milik Allah. Bagaimana Allah hendak memberikan syafa’at-Nya kepada seseorang sementara dia berbuat syirik dengan meminta syafa’at kepada Nabi? Pantaskah bagi kita tatkala Allah telah mengikrarkan bahwa syafa’at hanya milik-Nya, kemudian kita justru meminta kepada Nabi? Sungguh andai ia meminta kepada Nabi seribu kali tetapi Allah tidak meridhoinya maka ia tidak akan mendapatkannya.

KIAT MENDAPATKAN SYAFA’AT NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

...... ......
AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH MENGIMANI ADANYA SYAFA’AT PADA HARI KIAMAT
Syafa’at berarti menggenapkan, menggabungkan, mengumpulkan sesuatu dengan sejenisnya. Syafa’at juga berarti wasilah, perantara dan menolak permintaan.

Syafa’at menurut istilah, yaitu التَوَسُّطُ لِلْغَيْرِ بِجَلْبِ مَنفَعَةٍ اَو دَفْعِ مَضَرََّةٍ, (menolong orang lain dengan tujuan menarik manfaat dan menolak bahaya), dijelaskan oleh Syaikh Utsaimin dalam Syarah Lum’atul I’tiqad, hlm. 128.

Syafa’at dibahas oleh ulama Ahlus Sunnah, karena adanya golongan yang berlebih-lebihan dalam menetapkan syafa’at, sampai golongan itu berkeyakinan, bahwa patung-patung dan orang mati itu dapat memberikan syafa’at. Begitu pula ada golongan lain yang mengingkari adanya syafa’at, yaitu golongan Khawarij dan Mu’tazilah. Mereka meyakini, bahwa orang yang berbuat dosa besar dikatakan kafir, akan kekal di dalam neraka dan tidak bisa keluar dari neraka. Pendapat seperti ini sesat dan menyesatkan. Pendapat ini sudah dibantah oleh ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan dalil-dalil dari al Qur`an dan as Sunnah yang shahih.

Bantahan terhadap Khawarij dan Mu’tazilah :
1. Orang Muslim yang berbuat dosa besar, ia tidak kafir, selama ia tidak menghalalkan perbuatan dosa besar tersebut.
2. Di dalam al Qur`an disebutkan dua golongan yang berperang, Allah menyebutkan mereka dengan sebutan mu’min. (Lihat surat al Hujuraat ayat 9).
3. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan syafa’at kepada orang yang berbuat dosa besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda:

شَفَاعَتِي لِأَهلِ الكَبَائِرِ مِن أُمَّتِي

“Syafa’atku akan diberikan kepada orang yang berbuat dosa besar dari umatku”. [HR Ahmad, 3/213; Abu Dawud, 4739; Tirmidzi, 2435; Hakim, I/69; Abu Dawud ath Thayalisi, 1774; Ibnu Hibban, 2596-mawaarid-,-shahih mawaarid-2197; Ibnu Abi ‘Ashim dalam as Sunnah, no.856, tahqiq Dr. Basim bin Faishal al Jawabirah; dari shahabat Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, dan diriwayatkan juga dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini shahih]

Apa yang saya jelaskan ini baru sebagian kecil bantahan kepada Khawarij dan Mu’tazilah. Kalau mereka menggunakan akal dan hati mereka untuk tunduk kepada dalil, maka mereka akan mudah menerima dalil-dalil dari al Qur`an dan as Sunnah yang shahih yang menunjukkan tentang adanya syafa’at Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Kiamat atas orang-orang yang berbuat dosa besar, bagi mereka yang mati dalam keadaan tidak berbuat syirik dan kufur. Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang orang-orang Islam yang disiksa di neraka dengan sebab perbuatan dosa besar yang mereka lakukan, kemudian mereka dikeluarkan oleh Allah dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.

Menurut penjelasan para ulama uhlussunnah, syarat-syarat syafa’at ada 3, yaitu :
Pertama. : Tidak ada syafa’at, melainkan dengan izin Allah. Dalilnya,
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhlukNya); tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izinNya… [al Baqarah : 255].

“…Tidak seorangpun yang memberikan syafa’at, kecuali sesudah ada izinNya…”[Yunus : 3].

“…Tidak ada bagi kamu selain daripadaNya seorang penolongpun, dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” [as Sajdah : 4].

“Pada hari itu tidak berguna syafa’at, kecuali (syafa’at) orang yang Allah Maha pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya”. [Thaha : 109].

Dijelaskan di dalam tafsir Imam al Baghawi, bahwa tidak bermanfaat syafa’at kepada seorangpun dari manusia, kecuali bagi orang yang Allah izinkan untuk memberikan syafa’at, dan Allah ridha perkataan dan perbuatannya.

Ibnu Abbas berkata,”Orang yang Allah ridhai perkataannya, yaitu orang yang mengucapkan Laa ilaahaa illallaah. Dengan kata lain, Allah tidak akan memberikan syafa’at kepada selain mu’min”. [Tafsir al Baghawi, III/195, Cetakan Daar al Kutub al Ilmiyyah]
.
Kedua : Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengizinkan untuk memberi syafa’at, melainkan kepada orang yang diridhai perkataan dan perbuatannya. Dalilnya,

“…dan mereka tiada memberi syafa’at, melainkan kepada orang yang diridhai Allah…” [al Anbiyaa’:28].

“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka, sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai(Nya)”. [an Najm : 26].

Ketiga : Allah tidak ridha dari ucapan dan perbuatan, melainkan dengan mentauhidkan Allah dan mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang tidak bertauhid, ia tidak akan mendapatkan syafa’at. Dalilnya,

“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at” [al Muddatstsir : 48].

Syafa’at, khusus diberikan untuk orang-orang yang beriman dan mati dalam keadaan bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalilnya,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ … أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

“Abu Hurairah bertanya,”Ya, Rasulullah. Siapakah orang yang paling bahagia dengan syafa’atmu pada hari Kiamat?” Rasul menjawab,” …… orang yang paling bahagia dengan syafa’atku adalah, orang yang mengucapkan Laa ilaahaa illallaah dengan ikhlas dari hatinya”. [HR Bukhari, no.99].

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّي اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا

“Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah bersabda: ”Setiap nabi ada doa yang dikabulkan, dan setiap nabi bersegera berdoa agar dikabulkan. Akan tetapi aku simpan doaku untuk dapat memberikan syafa’at kepada umatku pada hari Kiamat. Dan sesungguhnya, syafa’atku ini akan diperoleh, insya Allah, bagi orang yang mati dari umatku dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun”. [HR Muslim, no.199].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, orang yang mendapatkan syafa’at ialah, orang yang mengucapkan kalimat yang haq, yaitu bersaksi bahwasannya tidak ada yang berhak diibadahi melainkan hanya Allah.

Orang mu’min tidak dapat memohon ampun dan meminta syafa’at untuk orang-orang yang berbuat syirik. Dalam Shahih Muslim, Nabi n pernah meminta izin kepada Allah untuk mengampuni ibunya, tetapi tidak diizinkan. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta izin untuk berziarah ke kuburnya, dan diizinkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena ziarah kubur mengingatkan kita kepada kematian. Syafa’at bagi orang kafir tidaklah bermanfaat. Dalilnya,

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahannam”. [at Taubah : 113].

KIAT-KIAT UNTUK MENDAPAT SYAFA’AT NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM.
Setiap muslim mendambakan syafa’at Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena pada hari Kiamat nanti, tidak ada yang menolong seorang hamba, kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian amal-amal shalih yang dikerjakan seorang hamba, serta syafa’at Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
.
Adapun kiat-kiat seorang muslim untuk mendapatkan syafa’at, yaitu :

1. Tauhid dan mengikhlaskan ibadah kepada Allah serta ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tidak diragukan lagi bahwa tauhid sebagai penyebab yang paling besar untuk mendapatkan syafa’at pada hari Kiamat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya: “Siapakah orang yang paling bahagia dengan syafa’atmu pada hari Kiamat?” Nabi menjawab :

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

“Yang paling bahagia dengan syafa’atku pada hari Kiamat adalah, orang yang mengucapkan Laa ilaahaa illallaah dengan ikhlas dari hatinya atau dirinya”. [HR Bukhari, no. 99]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : ”Syafa’at, sebabnya adalah tauhid kepada Allah, dan mengikhlaskan agama dan ibadah dengan segala macamnya kepada Allah. Semakin kuat keikhlasan seseorang, maka dia berhak mendapatkan syafa’at. Sebagaimana dia juga berhak mendapatkan segala macam rahmat. Sesungguhnya, syafa’at adalah salah satu sebab kasih sayang Allah kepada hambaNya. Dan yang paling berhak dengan rahmatNya adalah ahlut tauhid dan orang-orang yang ikhlas kepadaNya. Setiap yang paling sempurna dalam mewujudkan kalimat ikhlas (laa ilaahaa illallaah) dengan ilmu, keyakinan, amal, dan berlepas diri dari berbagai bentuk kesyirikan, loyal kepada kalimat tauhid, memusuhi orang yang menolak kalimat ini, maka dia yang paling berhak dengan rahmat Allah. [Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, XIV/414 dengan ringkas].

2. Membaca al Qur`an.
Dari Abi Umamah bahwasannya dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

“Bacalah al Qur`an. Sesungguhnya al Qur`an akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi sahabatnya…” [HR Muslim, no.804].

Yang dimaksud para sahabat al Qur`an, mereka adalah orang-orang yang membacanya, mentadabburinya, dan mengamalkan isinya.

3. Puasa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ قَالَ فَيُشَفَّعَانِ

“Puasa dan al Qur`an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari Kiamat kelak. Puasa akan berkata : “Wahai, Rabb-ku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Sedangkan al Qur`an berkata : “Aku telah melarangnya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at”. [HR Ahmad, II/174; al Hakim, I/554; dari Abdullah bin ‘Amr. Sanad hadits ini hasan. Hadits ini dishahihkan oleh al Hakim dan disetujui oleh Imam adz Dzahabi. Kata Imam al Haitsami, diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani dalam Mu’jam Kabir. Rijal hadits ini rijal shahih. Lihat Majma’uz Zawaid III/181. Dishahihkan oleh al Albani dalam Tamamul Minnah, hlm. 394]

4. Doa setelah adzan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang membaca ketika mendengar adzan ‘Ya Allah, Rabb pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah al wasilah (derajat di surga), dan keutamaan kepada Muhammad n , dan bangkitkan beliau, sehingga bisa menempati maqam terpuji yang engkau janjikan’. Maka dia berhak mendapatkan syafa’atku pada hari Kiamat”. [HR Bukhari no.614, dari Jabir bin Abdillah]

5. Tinggal di Madinah, sabar tehadap cobaannya, dan mati disana.
Abu Sa’id pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَا يَصْبِرُ أَحَدٌ عَلَى لَأْوَائِهَا فَيَمُوتَ إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا أَوْ شَهِيدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا كَانَ مُسْلِمًا

“Tidaklah seseorang sabar terhadap kesusahannya (Madinah) kemudian dia mati, kecuali aku akan memberikan syafa’at padanya, atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat. Jika dia seorang muslim” [HR Muslim, no.1374, 477; dari Abu Sa’id al Khudri].

لَا يَصْبِرُ عَلَى لَأْوَاءِ الْمَدِينَةِ وَشِدَّتِهَا أَحَدٌ مِنْ أُمَّتِي إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَوْ شَهِيدًا

“Tidaklah seseorang dari umatku sabar terhadap cobaan Madinah dan kesusahannya, kecuali aku akan memberikan syafa’at padanya atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat”. [HR Muslim, no.1378, 484; dari Abu Hurairah].

مَنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَمُوتَ بِالْمَدِينَةِ فَلْيَمُتْ بِهَا فَإِنِّي أَشْفَعُ لِمَنْ يَمُوتُ بِهَا

“Barangsiapa yang ingin mati di Madinah, maka matilah disana. Sesungguhnya aku akan memberi syafa’at bagi orang yang mati disana”. [HR Ahmad, II/74,104; Tirmidzi, no.3917; Ibnu Majah, no.3112; Ibnu Hibban, no. 3741, dari Ibnu Umar. Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih”].

6. Shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Ibnu Mas’ud, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً

“Orang yang paling berhak mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah, yang paling banyak shalawat kepadaku” [HR Tirmidzi, no.484, hasan].

7. Shalatnya sekelompok orang muslim terhadap mayit muslim.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَا مِنْ مَيِّتٍ تُصَلِّي عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ يَبْلُغُونَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُونَ لَهُ إِلَّا شُفِّعُوا فِيهِ

“Tidaklah seorang mayit dishalatkan oleh sekelompok orang Islam yang jumlah mereka mencapai seratus, semuanya memintakan syafa’at untuknya, melainkan syafa’at itu akan diberikan pada dirinya”. [HR Muslim, no. 947, 58].

مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلًا لَا يُشْرِكُونَ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا شَفَّعَهُمْ اللَّهُ فِيهِ

“Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, lalu jenazahnya dishalatkan oleh empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, melainkan Allah akan memberikan syafa’at kepadanya”. [HR Muslim, no.948, 59].

8. Membanyakkan sujud.
Dari Rabi’ah bin Ka’ab al Aslami, dia berkata: “Aku pernah bermalam bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku mendatangi beliau sambil membawa air untuk wudhu’ beliau. Kemudian beliau berkata kepadaku,’Mintalah’. Aku berkata,’Aku minta untuk dapat menemanimu di surga,’ kemudian beliau berkata, ‘Atau selain itu?’ Aku berkata,’Itu saja’. Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

“Tolonglah aku atas dirimu dengan banyak bersujud”. [HR Muslim, no.489, 226].

Demikianlah delapan faktor yang bias menjadi penyebab seseorang mendapatkan syafa’at Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam Mudah-mudahan kita termasuk orang yang mendapatkan syafa’at Nabi Muhammad pada hari Kiamat, bila kita mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah dan ittiba’, mengikuti contoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Adapun pendapat sebagian orang, bahwa di antara sebab-sebab untuk bisa mendapatkan syafa’at adalah dengan ziarah ke kubur Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka berdalil dengan hadits-hadits yang palsu, dan sama sekali tidak ada asalnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti hadits, barangsiapa yang ziarah ke kuburku, maka dia berhak mendapatkan syafa’atku, dan masih banyak lagi yang lain.

Jadi, ziarah kubur Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak termasuk menjadi faktor yang bias menyebabkan seseorang untuk mendapatkan syafa’at, karena tidak adanya dalil-dalil yang shahih tentang masalah tersebut.

Wallahu 'alam

MARAJI’
1. Tafsir al Baghawi.
2. Kutubus Sittah.
3. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
4. As Sunnah libni Abi Ashim, tahqiq Dr.Bashim bin Faisal al Jawabirah.
5. Mustadrak lil Imam Hakim.
6. Shahih Mawariduz Zham’an.
7. Syarah Aqidah Thahawiyah, oleh Ibnu Abil ‘Izz al Hanafi.
8. Majum’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
9. Kasyfus Syubuhat, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab.
10. Fathul Majid Syarah Kitabut Tauhid, Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh.
11. Asy Syafaa’ah, Abi Abdurrahman Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadii’.
12. Asy Syafaa’ah ‘inda Ahlis Sunnah, Dr. Natsir bin Abdurrahman bin Muhammad al Judayi’, Penerbit Daaru Athlas, Cet.I, 1417 H.
13. Qullillahi Syafaa’atu Jami’an, Abul Wafa Muhammad Darwisi, Penerbit Darul Qashim, Riyadh, Cet. I, 1420 H.


Komentar

Mohon Masukan klo ada yang kurang sesuai....

Semua yang terjadi Atas Ijin, Kehendak Allah Swt,
Allah Swt Yang Maha Kuasa,

Yaumul Hisab

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari kiamat.

Diriwayatkan dari ‘Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَجْمَعُ اللهُ الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ لِمِيْقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُوْمٍ قِيَامًا أَرْبَعِيْنَ سَنَةً شَاخِصَةً أَبْصَارُهُمْ يَنْتَظِرُوْنَ فَصْلَ الْقَضَاءِ

“Allah mengumpulkan semua manusia dari yang pertama sampai yang terakhir, pada waktu hari tertentu dalam keadaan berdiri selama empat puluh tahun. Pandangan-pandangan mereka menatap (ke langit), menanti pengadilan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dan ath-Thabrani. Hadits ini dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat-Tarhib, no.3591).

Syafaat Al-Kubra

Kaum muslimin rahimakumullah, peristiwa di Padang Mahsyar sangatlah dahsyat. Di hari itu, Allah Ta’ala mengumpulkan seluruh makhluk-Nya, yang pertama sampai terakhir di satu tanah luas yang datar. Matahari didekatkan dengan jarak satu mil sehingga manusia benar-benar mengalami kesusahan dan kesedihan.

Ketika kesusahan yang mereka rasakan semakin memuncak, akhirnya mereka mencari orang yang dapat memberikan syafa’at, agar Allah Ta’ala segera mempercepat keputusan-Nya. Mereka pun akhirnya berusaha mendatangi Nabi Adam, kemudian Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa bin Maryam untuk meminta syafa’at darinya, namun mereka semua menolaknya. Pada akhirnya mereka datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk meminta syafaat dari beliau. Dengan izin Allah Ta’ala, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan syafaat kepada umat manusia, agar mereka diberi keputusan. (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4712 dan Muslim, no. 194 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Yaumul Hisab

Yaumul hisab atau hari perhitungan amal adalah hari dimana Allah memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya tentang amal mereka. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ (25) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ (26)

“Sungguh, kepada Kami-lah mereka kembali. kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kami-lah membuat perhitungan atas mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 25 – 26).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa di dalam sholat dengan mengucapkan:

اَللَّهُمَّ حَاسِبْنِيْ حِسَابًا يَسِيْرَا

Allohumma haasibni hisaaban yasiiro (Ya Allah, hisablah diriku dengan hisab yang mudah.”

Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya tentang apa itu hisab yang mudah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah memperlihatkan kitab (hamba)-Nya kemudian Allah memaafkannya begitu saja. Barangsiapa yang dipersulit hisabnya, niscaya ia akan binasa.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, VI/48, 185, al-Hakim, I/255, dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitaabus Sunnah, no. 885. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi).
Ghuluw: Sikap Yang Perlu Dihindari

http://bahaya-syirik.blogspot.com

Maksud Ghuluw:

Ghuluw adalah Sikap atau perbuatan yang berlebih-lebihan di dalam perkara agama sehingga melampaui apa yang telah ditetapkan melalui batasan syari'at sama ada berbentuk keyakinan atau perbuatan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

Maksud: Katakanlah: "Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara yang tidak benar di dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang terdahulu yang telah sesat (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakkan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus." (Surah al-Ma'idah, 5: 77)

Sedangkan agama ini telah pun lengkap dan tidak perlu kepada penambahan atau pengurangan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا

Maksud: Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agama-mu, dan telah aku cukupkan kepada kamu nikmat-Ku, dan telah Aku redhai Islam itu menjadi agama bagimu. (Surah al-Ma'idah, 5: 3)

Beberapa perkataan atau istilah yang digunakan terhadap sikap berlebih-lebihan di dalam agama, di antaranya:

1 – Tanaththu' (Ekstream)

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ قَالَهَا ثَلَاثًا

Maksud: "Daripada 'Abdullah B. 'Abbas (radhiyallahu 'anhu), beliau berkata:

Berkata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam: "Celakalah orang-orang yang melampaui (ekstream)" dan beliau mengulanginya sebanyak tiga kali. (Hadis Riwayat Muslim, Kitab al-Ilmi, 13/154, no. 4823. Abu Daud, Sunan Abi Daud, Kitab as-Sunnah, 12/212, no. 3992)

2 – Tasyaddud (Memberat-beratkan Diri)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ?وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ

Maksud: Daripada Abu Hurairah, bahawa Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah bersabda:

Sesungguhnya agama ini adalah mudah, dan tiada seorang pun yang cuba menyusah-nyusahkan diri di dalam perkara agama ini melainkan dia pasti akan gagal. (Hadis Riwayat al-Bukhari, Kitab al-Iman, 1/69, no. 38)

لا تشددوا على أنفسكم فإنما هلك من قبلكم بتشديدهم على أنفسهم وستجدون بقاياهم في الصوامع والديارات

Maksud: Janganlah kamu menyusah-nyusahkan dirimu sebagaimana orang-orang sebelum kamu melakukannya ke atas diri-diri mereka. Kesan-kesan sikap mereka ini masih dapat kamu temui di dalam biara-biara mereka. (Hadis Riwayat ath-Thabrani, 5/322, no. 5418. Disahihkan oleh al-Albani, di dalam Raddul Mufhim, 1/146 dan Silsilah Hadis ash-Shahihah, 8/131, no. 3124)

3 – I'tida' (Melampaui ketetapan Syari'at)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Maksud: Itulah batasan yang telah ditetapkan oleh Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada manusia supaya mereka bertaqwa. (Surah al-Baqarah, 2: 187)

Dan juga firman-Nya:

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Maksud: Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, kerana sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Surah al-Baqarah, 2: 190)

Sebagaimana perintah untuk beribadah kepada Allah, Al Qur’an juga menerangkan kesyirikan yang Allah peringatkan manusia darinya dan Allah utus Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberantasnya.

Dan mengetahui perkara ini, yaitu apa batasan teringan suatu perbuatan dianggap sebagai kesyirikan, sangat berguna bagi seorang muslim untuk selamat darinya dan dari kesyirikan lainnya yang lebih besar darinya.

Ayat pertama yang menerangkan hal ini adalah firman-Nya (yang artinya), “Dan mereka beribadah kepada selain Allah dari apa-apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. (QS. Yunus : 18)

Ath Thabari rahimahullah menerangkan dalam tafsirnya, “(Firman Allah) ((…dan mereka berkata : “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.”)) yaitu bahwa orang-orang musyrikin dahulu beribadah kepada sesembahan-sesembahan mereka semata-mata mengharapkan syafaat mereka disisi Allah” –selesai nukilan.

Artinya, musyrikin dahulu tidak beribadah kepada sesembahan mereka yang beraneka ragam dengan keyakinan bahwa mereka bisa menciptakan dan memberi rezeki. Melainkan semata-mata karena sesembahan tersebut adalah syufa’aa, pemberi syafaat bagi mereka disisi Allah. Dengan kata lain, sesembahan tersebut hanyalah perantara antara mereka dengan Allah Ta’ala.

Ayat kedua yang semakin menjelaskan hal ini adalah firman-Nya (yang artinya), “Dan orang-orang yang mengambil wali (pelindung) selain Allah (berkata) : “Kami tidaklah menyembah mereka, melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. (Qs. Az Zumar : 3)

Ath Thabari rahimahullah menjelaskan, “Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai wali-wali (pelindung) yang mereka cintai, dan beribadah kepadanya selain kepada Allah, mereka berkata; Kami tidaklah beribadah kepada kalian wahai sesembahan-sesembahan kami melainkan agar kalian mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya -(yaitu) kedudukan dan posisi (yang dekat)-, dan kamu memberi syafa’at kepada kami disisi-Nya berkenaan dengan hajat-hajat kami”

Maka mencari syafa’at / perantara / wasilah merupakan alasan yang sudah ada pada musyrikin terdahulu. Bahkan mereka tidak menyekutukan Allah melainkan karena alasan ini. Kendati demikian, alasan ini tidak menggeser status mereka sebagai orang yang menyekutukan Allah lagi ingkar!

Al ‘Allamah ‘Abdullah Aba Buthain menukil perkataan Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Barangsiapa menetapkan perantara-perantara antara Allah dengan makhluk-Nya seperti para menteri yang mejadi perantara antara raja-raja dan rakyatnya… dengan kata lain makhluk minta kepada mereka (perantara) lalu mereka (perantara) minta kepada Allah, …(beralasan) sebagai bentuk adab dengan tidak langsung minta kepada-Nya, atau dengan anggapan bahwa minta kepada perantara lebih ampuh daripada meminta kepada-Nya secara langsung, Maka barangsiapa menetapkan perantara-perantara (antara makhluk dengan Allah) dari jenis seperti ini maka dia tergolong orang yang ingkar lagi menyekutukan Allah, wajib dimintai taubat. Apabila ia bertaubat (maka diberi kesempatan memperbaiki diri). Allah Maha Kuasa, Allah Maha Kuasa.

Jikalau beribadah kepada wali dan orang-orang shalih dengan asumsi bahwa mereka adalah sekedar perantara saja sudah merupakan kesyirikan dan kekafiran, maka bagaimana jadinya dengan orang yang beribadah kepada jin, hewan, pohon atau benda-benda seperti keris, barang-barang pusaka diatas anggapan bahwa mereka bisa memberi manfaat dan memudharatkan?! Tentu yang kedua lebih dahsyat kesyirikannya daripada yang pertama.

Allah menerangkan bahwa menjadikan perantara dalam bentuk di atas merupakan kesyirikan dan kekufuran pada akhir dari dua ayat di atas dalam firman-Nya (yang artinya),

“Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di langit dan tidak (pula) di bumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (itu)”. (QS. Yunus : 18)

“Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar (kaffar)”. (QS. Az Zumar : 3)

Sehingga jelaslah bahwa perbuatan menjadikan perantara dalam bentuk yang disebutkan merupakan kesyirikan, kedustaan, serta kekufuran.

Wallahu a’lam.

Sumber :
- Ustadz Jafar Shalih (Alumni Darul Hadits, Yaman)
Aenuyasha Al Qaumany Mohon maaf tadi malam ketiduran saudaraku semua yg dirahmati Allah Ta'ala.. Memang syafa’at (pertolongan) ini dijanjikan Allah atau seizin Allah Baginda Nabi SAW akan menolong umat pengikutnya.
Coba ini firman Allah Ta'ala apa bukan?
’’Pada hari itu (hari kiamat) tidak berguna syafaat, kecuali (syafaatnya) SEORANG yang telah diizinkan Allah Sang Maha Pemurah, dan diridhai perkataannya" (QS. Thaha ayat 109)

Dan ini “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, RASUL-NYA, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)“ (QS. Al Maaidah ayat 55)

Aenuyasha Al Qaumany Dari riwayat2 hadist yang saya sebutkan dikomentar diatas apakah kurang jelas & masih meragukan ke shohihanya? Coba ini masih ada Hadist riwayat lagi mengenai SYAFA'AT RASULULLAH SAW untuk mengangkat derajat orang-orang tertentu di syurga.

Dari Abu Hurairah ra. berkata :
Ada yang bertanya kepada Rasulullah SAW, siapakah orang-orang yang paling bahagia ketika mendapat syafa'atmu di hari kiamat ? Rasulullah SAW menjawab :

Saya sudah tahu wahai Abu Hurairah bahwa tidak ada yang mendahuluimu bertanya tentang hadis ini, karena saya melihat kepedulianmu terhadap hadis, orang yang paling bahagia di hari kiamat adalah yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan hati atau jiwa yang ikhlas.

(HR. al-Bukhari dan Ahmad)

Aenuyasha Al Qaumany Al Qur'an sudah menjelaskan dan Al Hadis pun mengukuhkanya. jika masih kurang shohih derajat Hadist2 diatas bisa di lihat disini:

Hadis riwayat Muslim, hadis no : 6081. Hadis riwayat al-Bukhari, hadis no : 5829; Muslim, hadis no : 296. Hadis riwayat al-Bukhari, hadis no : 6081; Abu Dawud, hadis no : 4115; al-Tirmizi, hadis no :2525; dan Ibn Majah, hadis no : 4306. Hadis riwayat al-Bukhari, hadis no : 97 ; dan Ahmad, hadis no : 8503.

Terus bagaimana dengan riwayat hadis mengenai beberapa cara Syafa'at Rasulullah dapat diperoleh,

Dari Abdullah ibn 'Amr ibn al-'Ash ra. : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :

Jika kalian mendengar azan maka jawablah sebagaimana yang dikatakannya, kemudian bershalawatlah kepadaku, sesungguhnya siapa yang bershalawat kepadaku, Allah akan membalasnya sepuluh kali lipat, kemudian mintakanlah al-wasilah kepada Allah untukku, sesungguhnya ia (al-wasilah) adalah tempat di surga yang tidak layak ditempati kecuali oleh seorang hamba Allah, dan aku ingin orang itu adalah aku. Oleh karena itu, siapa yang memintakan untukku al-wasilah, maka dia berhak mendapatkan syafa'at.

(HR. Muslim, Abu Dawud, al-Tirmizi dan al-Nasa'i)

Dari Ibn Umar ra. Rasulullah SAW bersabda :

Siapa menziarahi kuburku maka wajib baginya untuk mendapatkan syafa’atku.

(HR. Ibn Khuzaimah, al-Bazzar, Ibn 'Adiy, al-Daraqutni, al-Baihaqi, al-Hakim dan al-Tirmizi,)

Aenuyasha Al Qaumany Dari Abdullah ibn Mas’ud ra. Rasulullah SAW bersabda :

Orang yang paling utama bagiku adalah orang yang paling banyak bershalawat kepadaku.

(HR. al-Tirmizi, Ibn Hibban, al-Thabarani, al-Baihaqi, dan Abu Ya'la)
4 jam · Suka

Aenuyasha Al Qaumany Dari Ibn Umar ra. Rasulullah SAW bersabda :

Barangsiapa yang bisa meninggal di Madinah maka hendaklah dia meninggal di sana. Sesungguhnya aku akan memberikan syafa'at kepada mereka yang meninggal di sana.

(HR. al-Tirmizi dan Ahmad)
4 jam · Suka

Aenuyasha Al Qaumany Semua ini bukan saya yang mengatakan tapi dari riwayat Hadist Rasulullah, Jika masih juga meragukan keshohihan riwayat Hadistnya?

Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadis no 577; Abu Dawud, hadis no. 439; al-Tirmizi, hadis no. 254; dan al-Nasa’i, hadis no. 671. Hadis diriwayatkan oleh al-Bazzar, Ibn Khuzaimah, Ibn ‘Adiy, al-Daraqutni, al-Baihaqi, al-Hakim dan al-Tirmizi, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Suyuti dalam kitab al-Durr al-Manthur, jil. 1, hal. 434. Beliau juga menuliskan beberapa riwayat lain yang bermaksudkan sama. Hadis hasan, diriwayatkan oleh al-Tirmizi, hadis no 446; dan Ibn Hibban, hadis no. 913; al-Thabarani, hadis no. 9680; al-Baihaqi dalam al-Syu’ab, hadis no. 1526; dan Abu Ya’la, hadis no. 4881. Hadis pertama sahih, diriwayatkan oleh al-Tirmizi, hadis no 3852; dan Ahmad, hadis no. 5555. al-Tirmizi berkata : hadis ini hasan sahih gharib. Hadis kedua diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu'jam al-Kabir, hadis no. 20205; dan al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman, hadis no. 4025. Sanad hadis ini hasan.
4 jam · Suka

Fathur Dan Layla Wah, jebul sama saja. Sama sama tidak tahan perbedaan. Piye ki? Yo wis, LANJUTKAN.
4 jam · Suka

Rofiqchicarito Grabah Kumutin tak batin wae fathur dan layla
4 jam · Suka

Aenuyasha Al Qaumany Ha.. Bukan begitu maksud saya mas Fathur Dan Layla, biar orang lain juga tau mengenai perbedaan?Hee.. Tidak memahami perbedaan (ikhtilaf) akan menciptakan manusia yang picik dan tidak mampu melihat adanya kebaikan pada orang lain. Potensi buruk yang terjadi setelah itu akan mudah melemparkan tuduhan kufur, fasiq dan bid’ah kepada orang lain. smile emotikon
2 jam · Telah disunting · Suka

Fathur Dan Layla Paham, gampange, dalil dari Qur'an dan hadits kok di benturkan, dan lagi, masak ya sampai berbeda. Lha piye? Lain lagi kalau sudah sampai madzhab Gus. Aku kan jadi gagal paham, maka aku bilang "jebul sama saja". Oh ya, kalau grup ini hanya berisi kajian, aku tidak komen kaya gini. Bener mas Rofiqchicarito Grabah Kumutin, mbatin wae.
3 jam · Suka

Aenuyasha Al Qaumany Bukan saya ingin membenturkan mas Fathur Dan Layla, karena memahami Al Qur'an dan Al Hadist tidak boleh hanya sepotong2 harus dikaji semuanya dahulu, dan pemahaman yang berbeda (ikhtilaf) dalam memahami Al Qur'an dan Al Hadis dari para ulama justru itu yang membuat Islam kokoh, toleran dan rohmat.
• Lutfy Tapia Buat yg update: Klo jurusan kita tauhid dg siapa saja akan ketemu & akan mjd rukun..
Tp klo jurusan kita Syariat tok.. Dg siapa sj ga bkl ktm.. Klo ktm ya gegeran tok.
15 jam • Batal Suka • 1

• Fathur Dan Layla Mari nyiruk, untuk nulis komen juga butuh tambahan energi.
14 jam • Suka

• Fahrudin Mode ON Terimkasih.... saya masih menunggu lagi masukan2, kajian2 dari sedulur kota santri.... tetap santai tapi fokus.
13 jam • Suka

• Nur Hasan MAAF, POSTINGANE DITUTUP MAWON...supados mboten nimbulke DEBAT SING ORA RAMPUNG.
13 jam • Suka • 1

• Ghofur Muhamad Abdul Pinter kabeh, ahli kabeh.', jozz kabehhh...
13 jam • Suka

• Fahrudin Mode ON maaf sedulur belajar, sianu niku sepanjang hayat.... ini termasuk sinaunya saya.... dan permasalahan Pemahaman Tauhid bagi saya hal sangat penting, monggo klo bisa dilanjut kita geser ke blog saya di :

http://fahrudin-tegal.blogspot.com/.../bolehkah-meminta...
BOLEHKAH MEMINTA SYAFA'AT KEPADA NABI MUHAMMAD SAW ? | MENUJU HARMONI
fahrudin-tegal.blogspot.com
12 jam • Suka • Hapus Pratinjau

• Fahrudin Mode ON Sebagian koment2 sudah saya pindahkan, jika berkenan dan Syukron.

Jazaakallahu Khayr .....
12 jam • Suka

• Aenuyasha Al Qaumany Saya juga mohon maaf kalo dialog ini mengganggu saudara semua semestinya masih banyak kajian2 yang masih belum dihadirkan, saya cuma ingin berpesan saja kepada saudara2ku disini karena ini di bulan penuh rahmat dan ampunan, semua ibadah atau amaliyah2 yang dilakukan kaum muslimin khususnya sebagian besar di Kaliwungu ini insyaAllah ada dasar dalil dari Al Qur'an maupun Al Hadist, yang terpenting kita jangan sampai mudah menuduh syirik ataupun kafir kepada sesama muslim lainya karena akan terkena Sabda Nabi Muhammad SAW: "Barang siapa yang mengkafirkan saudara yang beragam Islam, justru ialah yang kafir" (man kaffara akhahu musliman fahuwa kafirun). Nauzubillahi Min Zalik..
12 jam • Telah disunting • Batal Suka • 3

• Musyafir Klw Allah Ta’ala berfirman : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.” (QS: Al-Baqarah [2]: 216).

Kebaikan dan keburukan atau kejahatan adalah ujian bagi manusia...

Allah Berfirman ; 'Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi ?'. (Qs. Al ankabut ayat 2)

Mengapa Siti Hajar harus berlari-lari dahulu untuk mencari air di antara bukit Shafa dan Marwa, padahal bukanlah jika Alloh mau memberikan air kepadanya begitu sangat mudah.

Mengapa tidak langsung saja oleh Alloh air itu dihadirkan? Tiada lain adalah agar menjadi amal ibadah bagi Siti Hajar.

Mengapa kita harus ikhtiar bekerja? Padahal bagi Alloh begitu sangat mudah jika mau memberikan rezeki-Nya kepada kita. Tiada lain adalah agar ikhtiar itu menjadi amal sholeh bagi kita. Tidakkah kita ingat bahwa hidup kita di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Alloh Swt.

Saudaraku, lihatlah betapa Rosululloh Saw. yang derajatnya sangat mulia di hadapan Alloh Swt., masih mendapatkan ujian yang begitu berat. Dicaci, dihina, dibenci, disakiti, diboikot, diperangi.

Jika mau jujur, ujian yang menimpa kita saat ini belumlah seberapa. Memang begitulah hidup ini. Semakin kita sungguh-sungguh beriman kepada Alloh, semakin ujian itu akan datang. Tapi, sungguh ujian-ujian itu tidaklah berbahaya, karena yang berbahaya adalah cara kita mensikapi ujian tersebut.

Rosululloh Saw. bersabda, “Tidaklah seorang muslim ditimpa kelelahan, sakit, sedih, duka, gangguan, gundah gulana (kerisauan), bahkan duri yang menusuknya, melainkan Alloh akan hapuskan dengannya (musibah itu) kesalahan-kesalahannya“. (HR. Bukhari)

InsyaAllah Muslim dan Muslimah semakin nyakin, bertambahnya kajian Islam yg mempertebal Iman-Islam.
8 jam • Suka

Musyafir Klw Jagalah Allah,
Pasti Engkau Menang!

Dari Abul-'Abbas 'Abdullah Bin 'Abbas –-semoga Allah meridoinya- ia mengatakan, "Aku berada di belakang Rasulullah saw. Beliau mengatakan, 'Nak, Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan dapati Dia ada di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah; dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa jika seluruh umat berhimpun untuk memberikan manfaat (keselamatan) kepadamu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya selain apa yang sudah Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya seluruh umat berhimpun untuk menecelakakanmu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya kecuali kecelakaan yang memang sudah Allah tetapkan untukmu. Telah diangkat pena dan telah kering lembaran-lembaran. " (diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Dan dalam riwayat selaian dari At-Tirmidzi,

Rasulullah saw. bersabda, "Jagalah Allah niscaya kamu akan mendapati-Nya di depanmu; kenalilah Allah pada saat mendapat kemudahan, niscaya Dia akan mengenalmu saat kamu mendapat kesulitan. Ketahuilah bahwa apa yang bukan jatahmu tidak akan mengenaimu dan apa yang menjadi jatahmu tidak akan salah sasaran. Ketahuilah bahwa pertolongan Allah bersama kesabaran; kelapangan ada bersama kesempitan; dan kemudahan ada bersama kesulitan." (Al-Hakim dan Ahmad)

Kemenangan Islam dan dakwah islamiyyah adalah dambaan para pejuang di jalan Allah. Salah satu bentuk kemenangan itu adalah manakala nilai-nilai ilahiyyah mendapat tempat dalam kehidupan manusia, baik dalam urusan pribadi, keluarga, masyarakat, negara, ekonomi, politik, maupun urusan lainnya.

Nilai-nilai ilahiyyah yang dimaksud tentu bukan saja perilaku-perilaku saleh individual akan tetapi juga kesalehan yang berdaya guna semisal keadilan, kejujuran, dan keberpihakan kepada kebenaran apa pun risikonya.

Untuk mencapai kemenangan itu tentu saja setiap Muslim harus berusaha secara optimal dalam batas-batas kemampuan manusiawi.

Usaha optimal untuk mencapai kemenangan itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi, dan seterusnya.

Akan tetapi tetapi harus dipahami bahwa segala upaya sehebat apa pun yang dilakukan manusia bisa tidak punya makna sama sekali manakala tidak memdapat perkenana Allah swt.

Dan sebaliknya betapapun serba terbatasnya kaum Muslimin –dalam hal material dan kuantitas personal– dalam upaya menegakkan kebenaran dan keadilan, jika Allah berkehendak untuk mengaruniakan kemenangan, tak satu kekuatan pun dapat menghalanginya.

Persoalannya adalah, apakah kita termasuk orang yang layak mendapat pertolongan Allah itu?
Musyafir Klw

Ihfazhillah, jagalah Allah Menjaga Allah, kata Abul-Faraj Al-Hambali dalam kitabnya Jami'ul-'Ulumi Wal-Hikam, adalah menjaga aturan-aturan, hak-hak, perintah-perintah, dan larangan-larangan Allah swt.

Tentu saja hal itu dilakukan dengan cara melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Jika seseorang melakukannya, maka ia termasuk orang-orang yang menjaga aturan-aturan Allah seperti yang disebutkan dalam ayat-Nya: "Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) pada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan -Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Rabb Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat." (QS. 50: 32-33)

Kata 'Hafizh' (memelihara) yang tercantum pada ayat di atas ditafsirkan dengan 'menjaga (melaksanakan) perintah-perintah Allah dan menjaga diri dari dosa-dosa dan selalu bersegera untuk bertaubat jika melakukan kesalahan-kesalahan .'
8 jam • Suka

• Fathur Dan Layla Lanjuuut.
8 jam • Batal Suka • 1

Fahrudin Mode ON Dalam bulan yang penuh Rahmad, insyaallah akan bertambah keberkahannya jika diisi dg hal positif.

Dalam kajian memang sering akan terjadi perbedaan, tiada maksud membuat pernyataan tapi kerangka diskusi dg kata tanya... APAKAH......

Lepas dari itu semua saya mohon maaf jika ada yang salah dalam tulisan ini, karna sy hanyalah hamba Allah yang pengin selalu belajar dan terimakasih yang sudah memberi masukan2.

Besok TS ini ijin saya hapus....

Musyafir Klw

Bahkan hampir semua muslim membaca di dalam shalatnya pada do’a iftitah, firman Allah (yang artinya), “Sesungguhnya shalatku dan sembelihanku, hidup dan matiku adalah hanya untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku termasuk yang pertama berserah diri.” (QS. Al An’am : 162)

Imam Muhammad At Tamimi rahimahullah menerangkan akan gamblangnya penjelasan Allah akan perkara ini, “…Allah jelaskan dengan sangat gamblang untuk orang awam, (kejelasannya) melebihi sangkaan semua orang” (Al Ushul As Sittah)

Dengan kata lain seseorang tidak perlu sekolah tinggi-tinggi atau menamatkan kuliah hanya untuk memahami perkara agung ini, karena kalau tidak begitu berarti Al Qur’an bukan hidayah bagi semua orang! Tapi cukup dalam hal ini seseorang membuka Al Qur’an dan memahami artinya.

Hakikat kesyirikan

Sebagaimana perintah untuk beribadah kepada Allah, Al Qur’an juga menerangkan kesyirikan yang Allah peringatkan manusia darinya dan Allah utus Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberantasnya.

Dan mengetahui perkara ini, yaitu apa batasan teringan suatu perbuatan dianggap sebagai kesyirikan, sangat berguna bagi seorang muslim untuk selamat darinya dan dari kesyirikan lainnya yang lebih besar darinya.

Ayat pertama yang menerangkan hal ini adalah firman-Nya (yang artinya), “Dan mereka beribadah kepada selain Allah dari apa-apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. (QS. Yunus : 18)

Ath Thabari rahimahullah menerangkan dalam tafsirnya, “(Firman Allah) ((…dan mereka berkata : “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.”)) yaitu bahwa orang-orang musyrikin dahulu beribadah kepada sesembahan-sesembahan mereka semata-mata mengharapkan syafaat mereka disisi Allah” –selesai nukilan.

Artinya, musyrikin dahulu tidak beribadah kepada sesembahan mereka yang beraneka ragam dengan keyakinan bahwa mereka bisa menciptakan dan memberi rezeki. Melainkan semata-mata karena sesembahan tersebut adalah syufa’aa, pemberi syafaat bagi mereka disisi Allah. Dengan kata lain, sesembahan tersebut hanyalah perantara antara mereka dengan Allah Ta’ala.

Ayat kedua yang semakin menjelaskan hal ini adalah firman-Nya (yang artinya), “Dan orang-orang yang mengambil wali (pelindung) selain Allah (berkata) : “Kami tidaklah menyembah mereka, melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. (Qs. Az Zumar : 3)

Ath Thabari rahimahullah menjelaskan, “Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai wali-wali (pelindung) yang mereka cintai, dan beribadah kepadanya selain kepada Allah, mereka berkata; Kami tidaklah beribadah kepada kalian wahai sesembahan-sesembahan kami melainkan agar kalian mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya -(yaitu) kedudukan dan posisi (yang dekat)-, dan kamu memberi syafa’at kepada kami disisi-Nya berkenaan dengan hajat-hajat kami”

Maka mencari syafa’at / perantara / wasilah merupakan alasan yang sudah ada pada musyrikin terdahulu. Bahkan mereka tidak menyekutukan Allah melainkan karena alasan ini. Kendati demikian, alasan ini tidak menggeser status mereka sebagai orang yang menyekutukan Allah lagi ingkar!

Al ‘Allamah ‘Abdullah Aba Buthain menukil perkataan Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Barangsiapa menetapkan perantara-perantara antara Allah dengan makhluk-Nya seperti para menteri yang mejadi perantara antara raja-raja dan rakyatnya… dengan kata lain makhluk minta kepada mereka (perantara) lalu mereka (perantara) minta kepada Allah, …(beralasan) sebagai bentuk adab dengan tidak langsung minta kepada-Nya, atau dengan anggapan bahwa minta kepada perantara lebih ampuh daripada meminta kepada-Nya secara langsung, Maka barangsiapa menetapkan perantara-perantara (antara makhluk dengan Allah) dari jenis seperti ini maka dia tergolong orang yang ingkar lagi menyekutukan Allah, wajib dimintai taubat. Apabila ia bertaubat (maka diberi kesempatan memperbaiki diri). Allah Maha Kuasa, Allah Maha Kuasa.

Jikalau beribadah kepada wali dan orang-orang shalih dengan asumsi bahwa mereka adalah sekedar perantara saja sudah merupakan kesyirikan dan kekafiran, maka bagaimana jadinya dengan orang yang beribadah kepada jin, hewan, pohon atau benda-benda seperti keris, barang-barang pusaka diatas anggapan bahwa mereka bisa memberi manfaat dan memudharatkan?! Tentu yang kedua lebih dahsyat kesyirikannya daripada yang pertama.

Allah menerangkan bahwa menjadikan perantara dalam bentuk di atas merupakan kesyirikan dan kekufuran pada akhir dari dua ayat di atas dalam firman-Nya (yang artinya),

“Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di langit dan tidak (pula) di bumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (itu)”. (QS. Yunus : 18)

“Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar (kaffar)”. (QS. Az Zumar : 3)

Sehingga jelaslah bahwa perbuatan menjadikan perantara dalam bentuk yang disebutkan merupakan kesyirikan, kedustaan, serta kekufuran.

Wallahu a’lam.
Musyafir Klw Selalu ada hikmah yg bisa diambil saat suka atau tidak suka, tetap mensyukurinya, tanpa syarat. Lillahi Ta'ala dan husnudzon billah

Ingat... setan tidak akan pernah menyerah untuk menggoda dan menggeser aqidah manusia dengan menyisipkan nilai-nilai syirik sehalus apa pun.

Termasuk kaum yahudi apakah mereka akan berdiam diri ??

Bisa jadi mereka telah menyesat umat Nabi Isa as. Dengan ajaran PENEBUSAN DOSA, dan mereka berlebihan dalam mencintainya yang padalahal salah alamat jesus yg mereka kira Nabi Isa as. Adalah yudas murid Nabi Isa as.

Oleh paulus keturun yahudi yg orang farisy telah menyesatkan umat Nabi Isa as. Secara halus, lewat meyisipkan ajaran2 trinitas, penebusan dosa dst.
YANG ITU SEMUA TIDAK PERNAH DIAJARKAN OLEH NABI ISA AS.

• Rahma Purnama Perdebatan khilafiyah spt ini pd era keemasan islam, antara: al ghozali cs dg ibnu taimiyah cs terjadi sngt keras dlm pemikiran tp tetap saling menghormati dlm peribadatan, bhkan sampe skrg perdebatan spt diatas tdk akan menemui titik temu, wallu a'lam bisshowab. Smg Allah merahmati.
5 jam • Suka

• Musyafir Klw Artinya Kebenaran itu Milik Allah Swt, mari kita memohon hanya Kepada Nya untuk ditunjukkan, didekatkan, sudah selayaknya manusia berusaha untuk mencari, mendekat Kebenaran dari Allah Swt.

Manusia tidak ada yang sempurna, Petunjuk dari Allah Swt, dalam al-Qur'an mari kita bersama saling melengkapi menbaca, memahami, mengkaji dengan benar.
5 jam • Suka

• Lutfy Tapia



4 jam • Suka

• Fahrudin Mode ON Tetap dg semangat diskusi yang baik... malam ini kita akhiri dan besok selesai.... kita kembalikan pd hati masing2.
4 jam • Suka

Musyafir Klw Karena, hidup kita dihitung dengan waktu dan telah ditentukan tempatnya masing-masing dalam tiap zaman,

Firman Allah :
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang
(1) Demi Masa.
(2) Sungguh manusia berada dalam kerugian
(3) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling nasihat menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. QS Al ‘Asr (1-3)

Berusaha, berdoa, dan pasrah mungkin adalah alternatif paling indah bagi Muslim untuk menggapai surga.

(karena sulit sekali bagi manusia tapi mudah bagi Allah Subhaana wata’aala untuk mengampuni..)

Janganlah setengah mati mengejar apa yang tak bisa dibawa mati.

Janganlah setengah hati mengejar apa Ɣªήg bs Јάϑï bekal setelah mati.

DAN INGAT !
1 hari di sisi Tuhanmu (akhirat) adalah spt 1000 th menurut perhitunganmu. (QS 22: 47).
"Ternyata cuma 1,5 jam saja umur kita hidup di dunia ini". Mari kita lihat berdasarkan Al Qur'an.
1 hari akhirat = 1000 tahun.
3 jam akhirat = 125 tahun.
1,5 jam akhirat = 62,5 tahun.

Jika umur manusia rata-rata 60-70 tahun, maka hidup manusia ini jika dilihat dari langit hanyalah 1,5 jam saja.
Pantaslah kita selalu diingatkan "masalah waktu" (QS : 103:1)

Ternyata hanya " satu setengah jam saja" yg akan menentukan kehidupan abadi kita kelak, hendak di Surga atau Neraka. (QS 35:15, 4:170).

Cuma "satu setengah jam saja" cobaan hidup, maka bersabarlah (QS 74:7, 52:48, 39:1¬0).

Demikian juga hanya "satu setengah jam saja" kita harus menahan nafsu dan mengganti dengan sunnah-Nya. (QS 12:53, 33:38).

"Satu Setengah Jam" sebuah perjuangan yg teramat singkat dan Allah akan mengganti surga Ridha Allah. (QS 9:72, 98:8, 4:114).

Maka berjuanglah untuk mencari bekal perjalanan panjang nanti (QS 59:18, 42:20, 3:148, 28:77).

Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sungguh2 mengetahui"
(QS 23:114)

"Astaghfirullah hal 'azim al lazi laa ilaha illa huwal hayyul qayyum wa atubu ilaih"

Bukankah Allah Ta'ala berfirman, "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." QS. Adz Dzaariyaat : 56
Ya Allah....
Jadikan hamba ini, tak ada yg lebih aku cintai, dari pada Cinta Kepada Mu

Jadikan cintaku padaMu membimbingku pada RidhaMu

Kerinduanku padaMu mencegahku dari maksiat atasMu

Ampunilah kami Ya Allah..
Kami hanyalah hamba-Mu yang berlumur dosa dan maksiat..

Sangat hina diri kami ini di hadapan-Mu.. Tidak pantas rasanya kami meminta dan selalu meminta maghfirah-Mu..

Sementara kami selalu melanggar larangan-Mu..

Ya Allah...
Izinkan kami untuk senantiasa bersimpuh memohon maghfirah dan rahmat-Mu.. Tunjukkanlah kami jalan terang menuju cahaya-Mu..

Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus. Agar kami tidak sesat dan tersesatkan...

Ya Allah....,
Jadikan hamba ini, bagian dari penerima Anugerah dan Karunia Mu, hanya Engkau pemberi Ijabah Ya Arhamar Raahimiin...

Jauhkanlah hamba dan saudara-saudara hamba dari siksa api neraka & jadikanlah kami golongan orang-orang yang beriman yang menjadi penghuni surgaMU.

Aamiin Yaa Rabbal'Aalamiin.
Mengapa Shalawat Nariyah Dilarang?

Tanya:
Saya pernah membaca artikel tentang shalawat nariyah di Konsultasi Syariah. Pertanyaannya mengapa Konsultasi Syariah.com mempermasalahkan shalawat nariyah. Padahal ini shalawat yg baik, memiliki banyak fadhilah.
Itu saja, mohon tanggapannya.
Dari: Obet, jawa tengah

Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Berikut penjelasan salah satu situs yang menyebutkan keutamaan shalawat nariyah,
“Jika mendapat kesusahan karena kehilangan barang, hendaknya membaca sholawat ini sebanyak 4444 kali. Insya Allah barang yang hilang tersebut akan cepat kembali. Jika barang tersebut dicuri orang dan tidak dikembalikan, maka pencuri tersebut akan mengalami musibah dengan kehendak Allah swt. ….
Untuk melancarkan rezeki, memudahkan tercapainya hajat yang besar, menjauhkan dari gangguan jahat, baca sholawat ini sebanyak 444 kali, boleh dibaca sendiri atau berjamaah. Syeih Sanusi berkata: “ Barangsiapa secara rutin membaca shalawat ini setiap hari sebanyak 11 kali maka Allah swt akan menurunkan rezekinya dari langit dan mengeluarkannya dari bumi serta mengikutinya dari belakang meski tidak dikehendakinya…”
Jika orang yang mengamalkan shalawat nariyah bersedia untuk merenung sejenak – berfikir sejenak saja dengan akal sehatnya – dia akan bisa menyimpulkan hal yang aneh mengenai shalawat nariyah.
Pertama, semua manusia yang bisa membaca telah sepakat bahwa shalawat nariyah tidak pernah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat, tabiin, tabi’ tabiin, para ulama imam madzhab, maupun para ulama ahlus sunah yang menjadi sumber rujukan. Kita sendiri tidak tahu, kapan pertama kali shalawat ini diajarkan. Yang jelas, shalawat ini dicetak dalam buku karya Al-Barzanji yang banyak tersebar di tanah air.
Nah.., jika deretan manusia shaleh yang menjadi sumber rujukan ibadah tidak pernah mengenal shalawat ini, bagaimana mungkin ada embel-embel fadhilah & keutamaannya. Dari mana sumber fadhilah yang disebutkan? Amalannya saja tidak pernah dikenal di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, bagaimana mungkin ada fadilahnya??

Ini jika mereka bersedia untuk berfikir.
Kedua, beberapa orang ketika diingatkan bahwa shalawat nariyah tidak pernah dikenal dalam islam, dia berontak dan berusaha membela. Bila perlu harus menumpahkan darah, demi shalawat nariyah.
Jika orang ini bersedia untuk berfikir dan merenung, seharunya dia malu dengan tindakannya.
Saya ulangi, mereka yang membela shalawat nariyah, yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa shalawat nariyah tidak pernah dikenal oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Lantas mengapa harus dibela-bela?

Jika dia membela kalimat laa ilaaha illallah, dan memusuhi orang yang melarang membaca kalimat tauhid itu, ini perjuangan yang bernilai pahala. Karena kalimat tauhid adalah pembeda antara muslim dan kafir.
Tapi membela shalawat nariyah, apanya yang mau dibela? Apakah ini menjadi pembeda antara muslim dan kafir? Atau pembeda antara pengikut Nabi dan musuh Nabi?
Apakah dengan tidak membaca shalawat nariyah orang jadi berdosa? Apakah meninggalkan shalawat nariyah akan masuk neraka?
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat tidak pernah mengenalnya dan tidak pernah mengamalkannya? Bukankah shalawat nariyah tidak pernah dikenal dalam islam?

Ini jika dia bersedia untuk berfikir.
Ketiga, jika kita perhatikan, dalam shalawat nariyah terdapat beberapa bait yang maknanya sangat berbahaya. Pengkultusan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semua kaum muslimin menghormati dan mencintai beliau. Namun apapun alasannya, sikap kultus kepada manusia siapapun, tidak pernah dibenarkan dalam islam.

Allah ingatkan status Rasul-Nya kepada umat manusia, bahwa sekalipun beliau seorang nabi & rasul, beliau sama sekali tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan.
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: “Aku tidak berkuasa memberikan manfaat bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Al-A’raf: 188).
Kita perhatikan, Allah sampaikan bahwa Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia biasa, seperti umumnya manusia. Semua sifat manusia ada pada dirinya, sehingga sama sekali tidak memiliki kemampuan di luar batas yang dimiliki manusia. Beliau tidak bisa mendatangkan rizki, tidak mampu menolak musibah dan balak, selain apa yang dikehendaki Allah. Beliau juga tidak bisa mengetahui hal yang ghaib, selain apa yang Allah wahyukan. Hanya saja, beliau adalah seorang uturan, basyir wa nadzir, yang bertugas menjelaskan syariat. Sehingga beliau wajib ditaati sepenuhnya.

Dalam shalawat nariyah, terdapat kalimat pengkultusan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang itu bertentangan dengan kenyataan di atas.
Lafadz tersebut adalah:
تـُــنْحَلُ بِهِ العُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الحَوَائِجُ وَ تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ
Rincian:
(تنحل به العقد)
: Segala ikatan dan kesulitan bisa lepas karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
(وتنفرج به الكرب)
: Segala bencana bisa tersingkap dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
(وتقضى به الحوائج)
: Segala kebutuhan bisa terkabulkan karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
(وتنال به الرغائب)
: Segala keinginan bisa didapatkan dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
Empat kalimat di atas merupakan pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika kita perhatikan, empat kemampuan di atas merupakan kemampuan yang hanya dimiliki oleh Allah dan tidak dimiliki oleh makhluk-Nya siapa pun orangnya. Karena yang bisa menghilangkan kesulitan, menghilangkan bencana, memenuhi kebutuhan, dan mengabulkan keinginan serta doa, hanyalah Allah. Seorang Nabi atau bahkan para malaikat sekalipun, tidak memiliki kemampuan dalam hal ini.
Seorang guru qiraah memberikan pengumuman kepada para muridnya:
“Siapa yang membuat lagu qiraah SELAIN yang saya ajarkan, saya TIDAK akan memberikan nilai, apapun bentuk lagu qiraah itu. Dan jika lagu qiraah yang baru itu fals, gak enak didengar, akan didenda 100 juta.”
Kira-kira, apa yang akan dilakukan oleh siswa. Dari pada gitu, mending ikutin aja lagu qiraah yang diajarkan guru.
Orang yang mengamalkan shalawat nariyah, apa bisa dia harapkan dari amal ini? Mengharapkan pahala? Pahala dari mana, sementara tidak pernah ada janji pahala, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat sendiri tidak pernah mengenalnya?
Terlebih dalam shalawat nariyah terdapat kalimat yang membahayakan secara aqidah.
Itu sedikit renungan, jika mereka mau berfikir.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)

*Syafa’at Hanya Milik Allah*

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. 

Para pembaca sekalian yang semoga dirahmati Allah, andaikan kita mau menelusuri seluruh musibah dan fitnah yang menimpa kaum muslimin niscaya akan kita dapati sebabnya ialah kebodohan dalam memahami syariat Islam. Lebih parah lagi jika kebodohan tersebut pada hal-hal yang sangat urgen seperti masalah tauhid dan syirik. Sebab dengan kebodohan, kesyirikan yang begitu gelap seolah-olah terlihat terang karena hiasan setan. Akibatnya, kepahitan di akhirat sudah pasti tertelan. Salah satu perkara penting yang sebagian besar kaum muslimin kurang memahami ialah masalah syafa’at.

Adakalanya kita dengar seseorang mengatakan, “Wahai Muhammad, berilah syafa’at kepada kami!” atau “Wahai Muhammad, syafa’atilah kami!”

Kaum muslimin sekalian, memang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lah akan diberi izin oleh Allah untuk memberikan syafa’at besok di hari kiamat. Tapi permasalahannya, bolehkan kita meminta langsung kepada beliau? Ini adalah permasalahan yang sangat penting, jika seseorang salah di dalamnya maka ia dapat jatuh ke dalam kesyirikan.

*Syafa’at Adalah Doa*

Telah sama-sama kita ketahui bahwa ibadah mutlak hanya boleh ditujukan untuk Allah, baik berupa doa, sembelihan, nadzar dan sebagainya. Barang siapa yang menujukan ibadah bukan untuk Allah, walaupun kepada Nabi atau Malaikat dan walaupun hanya satu macam ibadah saja, atau sekali saja maka itulah perbuatan syirik.

Kemudian ketahuilah, bahwa syafa’at hakikatnya adalah doa, atau memerantarai orang lain untuk mendapatkan kebaikan dan menolak keburukan. Atau dengan kata lain syafa’at adalah memintakan kepada Allah di akhirat untuk kepentingan orang lain. Dengan demikian meminta syafa’at berarti meminta doa, sehingga permasalahan syafa’at ialah sama dengan doa.

*Syafa’at Hanyalah Milik Allah*

Perhatikanlah firman Allah, “Katakanlah: Hanya kepunyaan Allah lah syafa’at itu semuannya. Milik-Nya lah kerajaan langit dan bumi. Kemudiaan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”(Az Zumar: 44)

Ketahuilah, ayat tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa syafa’at segenap seluruh macamnya itu hanya milik Allah semata. Allah kemudian memberikan kepada sebagian hamba-Nya untuk memberikan syafa’at kepada sebagian hamba yang lainnya dengan tujuan untuk memuliakan menampakkan kedudukannya pemberi syafa’at dibanding yang disyafa’ati serta memberikan keutamaan dan karunia-Nya kepada yang disyafa’ati untuk bisa mendapatkan kenikmatan yang lebih baik atau kebebasan dari adzab-Nya.

*Syarat Terjadinya Syafa’at*

Orang yang memberi syafa’at dan orang yang diberi syafa’at itupun bukan sembarang orang. Syafa’at hanya terjadi jika ada izin Allah kepada orang yang memberi syafa’at untuk memberi syafa’at dan ridha Allah kepada pemberi syafa’at dan yang disyafa’ati. Allah berfirman, “Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (Al Anbiya: 28) dan firman Allah, “Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai-(Nya).”(An Najm: 26). Dan juga firman-Nya, “Dan tiadalah berguna syafa’at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa’at itu, sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata: ‘Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?’ Mereka menjawab: ‘(Perkataan) yang benar, dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar’.” (Saba: 22-23)

*Ahli Tauhidlah Orang yang Diridhoi Allah*

Orang yang diridhoi itulah ahli tauhid. Abu Huroiroh telah bertanya kepada Nabi shollAllahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang yang paling beruntung dengan syafa’at engkau?” Beliau menjawab, “Ialah orang yang mengucapkan La Ilaha Illallah dengan ikhlas dari dalam hatinya.” (HR. Ahmad dan Bukhori). Mengucapkan di sini bukanlah maksudnya mengucapkan dengan lisan semata, tetapi juga harus diikuti dengan konsekuensi-konsekuensinya dengan memurnikan ibadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukannya.

*Orang Kafir Tidak Akan Menerima Syafa’at*

Allah tidak akan memberikan syafa’at kepada orang kafir, karena mereka itulah ahli syirik. Dan Allah tidak akan pernah ridho dengan kesyirikan dan pelaku kesyirikan. Namun dalam hal ini dikecualikan untuk Abu Tholib, dialah satu-satunya orang musyrik yang mendapatkan syafa’at keringanan adzab dengan memandang jasanya yang begitu besar dalam melindungi Rasulullah shollAllahu ‘alaihi wa sallam semasa hidupnya. Adapun orang kafir selain Abu Tholib maka tidak akan mendapatkan syafa’at sedikit pun.

*Macam-Macam Syafa’at*

Syafa’at ada bermacam macam, diantaranya ada yang khusus dilakukan oleh Nabi Muhammad, yaitu syafa’at bagi manusia ketika di padang Mahsyar dengan memohon kepada Allah agar segera memberikan keputusan hukum bagi mereka, syafa’at bagi calon penduduk surga untuk bisa masuk surga, syafa’at bagi pamannya yaitu Abu Thalib untuk mendapat keringanan adzab.

Ada pula syafa’at yang dilakukan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam maupun para pemberi syafa’at lainnya, yaitu: Syafa’at bagi penduduk surga untuk mendapatkan tingkatan surga yang lebih tinggi dari sebelumnya, syafa’at bagi mereka yang seimbang antara amal sholihnya dengan amal buruknya untuk masuk surga, syafa’at bagi mereka yang amal buruknya lebih berat dibanding amal sholihnya untuk masuk surga, syafa’at bagi pelaku dosa besar yang telah masuk neraka untuk berpindah ke surga, syafa’at untuk masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.

*Hukum Meminta Syafa’at*

Sekarang tinggal tersisa satu permasalahan, bagaimanakah hukumnya meminta syafa’at. Telah kita ketahui bersama bahwa syafa’at adalah milik Allah, maka meminta kepada Allah hukumnya disyariatkan, yaitu meminta kepada Allah agar para pemberi syafa’at diizinkan untuk mensyafa’ati di akhirat nanti. Seperti, “Ya Allah, jadikanlah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pemberi syafa’at bagiku. Dan janganlah engkau haramkan atasku syafa’atnya”.

Adapun meminta kepada orang yang masih hidup, maka jika ia meminta agar orang tersebut berdo’a kepada Allah agar ia termasuk orang yang mendapatkan syafa’at di akhirat maka hukumnya boleh, karena meminta kepada yang mampu untuk melakukanya. Namun, jika ia meminta kepada orang tersebut syafa’at di akhirat maka hukumnya syirik, karena ia telah meminta kepada seseorang suatu hal yang tidak mampu dilakukan selain Allah. Adapun meminta kepada orang yang sudah mati maka hukumnya syirik akbar baik dia minta agar dido’akan atau meminta untuk disyafa’ati.

Demikianlah pembaca yang budiman, jangan sampai kita terjebak untuk meminta syafa’at langsung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini bukan berarti kita menginkari adanya syafa’at beliau. Tetapi syafa’at hanyalah milik Allah. Bagaimana Allah hendak memberikan syafa’at-Nya kepada seseorang sementara dia berbuat syirik dengan meminta syafa’at kepada Nabi? Pantaskah bagi kita tatkala Allah telah mengikrarkan bahwa syafa’at hanya milik-Nya, kemudian kita justru meminta kepada Nabi? Sungguh andai ia meminta kepada Nabi seribu kali tetapi Allah tidak meridhoinya maka ia tidak akan mendapatkannya.

Penulis: Abu Yusuf
Artikel www.muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/379-syafaat-hanya-milik-allah.html
Adab beberapa, salah satunya hadist : ...dari Anas bin Malik tentang kisah singkat datangnya segenap manusia kepada Adam dan nabi-nabi sesudahnya untuk meminta syafa’at pada hari Kiamat. Akhirnya mereka datang kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di bagian akhir hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

فَيَأْتُوْنِى فَأَسْتَأْذِنُ عَلَى رَبِّي ، فَإِذَا رَأَيْتُهُ وَقَعْتُ لَهُ سَاجِدًا، فَيَدَعُـِني مَا شَاءَ اللهُ. ثُمَّ يُقَالُ لِي : اِرْفَعْ رَأْسَكَ ، وَسَلْ تُعْطَهْ ، وَقُلْ يُسْمَعْ ، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ . فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَحْمَدُ رَبِّي بِتَحْمِيْدٍ يُعَـلِّمُنِي، ثُمَّ أَشْفَع فَيَحُدُّ لِي حَدًًّا ، ثُمَّ أُخْرِجُهُمْ مِنَ النَّارِ وَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ . ثُمَّ أَعُوْدُ فَأَقَعُ سَاجِدًا مِثْلَهُ فِى الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ، حَتَّى مَا يَبْقَى فِى النَّارِ إِلاَّ مَنْ حَبِسَهُ الْقُرْآنُ. وَكَانَ قَتَادَةُ يَقُوْلُ عِنْدَ هَذَا: أَيْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْخُلُوْدُ. (أخرجه البخاري ومسلم فى صحيحيهما)

“Maka mereka datang kepadaku. Akupun meminta izin kepada Rabb-ku. Ketika aku melihat Rabb-ku, maka aku menjatuhkan diri bersujud kepadaNya. Allah membiarkan aku sesuai dengan apa yang dikehendakiNya. Kemudian dikatakan kepadaku (oleh Allah) : “Angkat kepalamu! Mintalah, niscaya engkau akan diberi! Katakanlah, niscaya perkataanmu akan didengar! Berilah syafa’at, sesungguhnya engkau diberi wewenang memberi syafa’at”.
Maka aku mengangkat kepalaku. Lalu aku memuji-muji Rabb-ku dengan pujian yang Dia ajarkan kepadaku. Kemudian aku memberi syafa’at. Namun Allah memberi batasan kepadaku dengan suatu batasan. Lalu aku mengeluarkan mereka dari Neraka dan memasukkannya ke dalam surga. Kemudian aku kembali lagi kepada Allah, lalu aku menjatuhkan diri bersujud kepadaNya seperti saat pertama.(Demikian pula) pada yang ketiga atau keempat kalinya. Sehingga tidak ada lagi yang tersisa di dalam Neraka, *kecuali orang yang ditahan oleh al Qur`an*. Qotadah menjelaskan maksud orang yang ditahan oleh al Qur`an di dalam Neraka: *“Ialah orang yang pasti kekal di dalamnya”.* [HR Bukhari dan Muslim] [5].

[5]. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab ar Riqaq, no. 6565, Fathul Bari (XI/417). Juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, Kitab al Iman, Bab Hadits asy Syafa’ah (III/54-55), Syarah Nawawi, tahqiq Khalil Ma’mun Syiha.

Sumber: https://almanhaj.or.id/2733-syafaat-bermanfaat-bagi-penghuni-neraka-yang-beriman.html

Postingan populer dari blog ini

SIFAT-SIFAT YG HARUS DIJAUHI SEORANG MUSLIM

SHOLAT KHUSUK dan CERMINAN PERILAKU.

:: IBADAH SHOLAT KITA ::